fhirman-ilham.blogspot.com

Perkara Penyebab Futur Atau Malas Dalam Beribadah Yaitu Berlebihan Dalam Beragama (Ghuluw)

Minggu, 17 Februari 2013

Assalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Seringkali kita merasakan futur atau malas dalam beribadah kepada dzat yang telah menciptakan kita yaitu Allah Azza wa Jalla. Dan hanya kepada Allah kita menyembah atau beribadah. Karena Allah membalas semua ibadah hamba-hambanya yang taat dan ikhlas dengan surganya yang sangat indah, dan tidak ada bandingannya dengan dunia yang sangat kecil apabila dibandingkan dengan surga milik Allah.

Sebenarnya setan tak hanya menyerang orang-orang yang bergelimang maksiat saja, namun juga menjerat hamba-hamba-Nya yang rajin dan taat dalam beribadah yang nantinya dapat dibuat menjadi futur atau malas dalam beribadah. Setan menggunakan dua cara untuk menyesatkan umat Islam. Cara yang pertama digunakan setan untuk mengelabui seorang muslim yang bergelimang maksiat. Yaitu dengan menjadikan maksiat yang ia lakukan seakan-akan sesuatu yang indah. Sehingga ia akan terus melakukan maksiat yan ia anggap sebagai sebuah sesuatu yang bagus.

Adapun cara kedua digunakan oleh setan untuk menyesatkan seorang muslim yang beribadah. Yaitu dengan mengajaknya berlaku ghuluw atau melampaui batas / berlebihan di dalam beribadah. Inilah yang perlu kita berwaspada darinya.

Al-Imam Makhlad bin Al-Husain pernah berkata, “Tidaklah Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berbuat kebaikan melainkan Iblis akan menghadangnya dengan dua cara.

Iblis tidak ambil peduli dengan cara apa dia akan menguasainya. Antara bersikap ghuluw di dalam amalan tersebut ataukah sikap meremehkannya.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 9/236)

Rasulullah telah mengingatkan kita tentang bahaya ghuluw dengan memberat-beratkan diri di dalam beribadah. Karena sesungguhnya agamal Islam ini adalah ajaran yang mudah untuk diamalkan. Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya agama Islam ini mudah. Tidak ada seorang pun yang memberat-beratkan dirinya dalam beragama melainkan dia tidak mampu menjalankannya.” (HR. Al-Bukhari no. 39 dari Abu Hurairah)

Al-Hafizh Ibnu Hajar menerangkan bahwa makna hadits ini ialah larangan bagi seseorang yang hendak memberatkan diri dalam amalan din, serta dia meninggalkan kelembutan karena dia tidak akan mampu untuk meneruskan amalan tersebut, berhenti dari ibadah dan pada akhirnya dia akan mengalami kekalahan. (Fathul Bari, ketika mensyarah hadits diatas)

Al-Imam Ibnu Al-Munayyir berkata, “Di dalam hadits ini juga terdapat salah satu tanda-tanda kenabian. Sungguh kami sendiri telah menyaksikan sebagaimana orang-orang sebelum kami juga telah menyaksikan. Bahwa setiap orang yang berlebih-lebihan di dalam beragama pasti akan berhenti.

Hal ini bukan bermakna larangan untuk mencari kesempurnaan di dalam ibadah, karena perkara rajin beribadah seperti ini sangat terpuji. Hanya saja yang dilarang adalah sikap berlebih-lebihan yang akan mengantarkan pelakunya kepada kejenuhan dan akhirnya menjadi malas. Sehingga perlunya hal ini kita perhatikan, jangan sampai kita tertipu dengan tipu daya setan ini.

Demikian juga bahaya lainnya yaitu mengakibatkan dia meninggalkan perkara yang lebih afdhal (utama). Seperti seseorang yang semalam suntuk shalat malam. Dia akan merasakan kantuk yang sangat berat di pengujung malam. Akhirnya dia tidak dapat melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah.” (Fathul Baari)

Sehingga tetaplah kita rajin  dalam beribadah, tetapi lebih baik kita hindari dari beribadah secara berlebihan yang kita tidak mampu, sehingga nantinya hal tersebut dapat membuat kita jenuh yang akhirnya dapat membuat futur atau tidak semangat (malas) dalam beribadah. Semoga Allah memberikan keberkahan untuk artikel ini dan juga bermanfaat untuk penulis dan pembaca
Wassalamu’alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

0 komentar

Posting Komentar